Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Minggu, 13 Oktober 2013

EYD Dan Tanda Baca




Pengertian Ejaan
Yang dimaksud ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antar hubungan antara lambang-lambang itu ( pemisahan dan gabungan dalam satu bahasa ) . Secara teknis, yang dimaksud dengan ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian tanda baca.
 
Pemakaian tanda baca
Pemakaian tanda baca dalam ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan mencakup pengaturan :
(1) tanda titik, (2) tanda koma, (3) tanda titik koma, (4) tanda titik dua, (5) tanda hubung, (6) tanda pisah, (7) tanda petik, (8) tanda petik tunggal.

1. Tanda titik
- Tanda titik di pakai pada akhir singkatan nama orang. Misalnya:
1) W.S. Rendra
2) Abdul Hadi W.M.
3) Ach. Sanusi
- Tanda titik dipakai pada singkatan gelar, jabatan, pangkat dan sapaan.
1) Dr. (Dokteor)
2) Dr. ( dokter )
3) S. Ked. ( Sarjana Kedokteran )
4) Sdr. ( saudara )

- Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah umum, yang ditulis dengan huruf kecil. Singkatan yang terdiri atas dua huruf di beri dua buah tanda titik, sedangkan singkatan yang terdiri atas tiga buah huruf atau lebih hanya diberi satu buah tanda titik. Misalnya:
Bentuk tidak Baku Bentuk Baku
1) s / d ( sampai dengan ) 1) s.d. ( sampai dengan )
2) a / n ( atas nama ) 2) a.n. ( atas nama )
3) d / a ( dengan alamat ) 3) d.a. ( dengan alamat )
4) u / p ( untuk perhatian ) 4) u.p. ( untuk perhatian )
5) d.k.k. ( dan kawan-kawan ) 5) dkk. ( dan kawan-kawan )

- Tanda titik digunakan pada angka yang menyatakan jumlah untuk memisahkan ribuan, jutaan, dan seterusnya. Misalnya:
1) Tebal buku itu 1.168 halaman
2) Minyak tanah sebanyak 3.000 liter tumpah.
3) Jarak dari desa ke kota ito 30.000 meter.
Akan tetapi, jika angka itu tidak menyatakan suatu jumlah, tanda titik tidak di gunakan.
1) Tahun 2000
2) Halaman 1234
3) NIP 130519977

- Tanda titik tidak di gunakan pada singkatan yang terdiri atas huruf-huruf awal kata atau suku kata dan pada singkatan yang dieja seperti kata ( akronim ). Misalnya:
1) DPR
2) Sekjen Depdikbud

-Tanda titk tidak digunakan di belakang singkatan lambang kimia, satuan ukur, takaran, timbangan, dan mata uang. Misalnya:
1) Lambang Cu adalah lambing kuprum.
2) Seorang pialang membeli 10 kg emas batangan.
3) Harga karton manila itu Rp500,00 per meter.

- Tanda titik tidak digunakan dibelakang judul yang merupakan kepala karangan, kepala ilustrasi table, dan sebagainya. Misalnya:
1) Acara Kunjungan Menteri A.S. Hikam
2) Bentuk dan Kedaulatan ( Bab 1, UUD 1945 )

-Tanda titik tidak di gunakan di belakang alamat pengirim dan tanggal surat serta dibelakang nama dan alamat penerima surat. Misalnya:
1) Jalan Harapan III/AB 19
2) Jakarta, 10Agustus 1998

2. Tanda koma
kaidah yang mengatur kapan tanda koma digunakan dan kapan tanda koma tidak digunakan. Misalnya:

- Tanda koma harus digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian dan pembilangan. Misalnya:
1) Saya menerima hadiah dari paman berupa jam tangan, raket, dan sepatu.
2) Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya.
Catatan:
Jika gabungan itu hanya terdiri atas dua unsur, sebelum kata dan tidak dibubuhkan tanda koma. tetapi, jika penggabungan terdiri atas lebih dari dua unsur, diantara unsur-unsurnya ada koma, sebelumnya unsur terakhir dibubuhkan kata dan.

- Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului kata tetapi, melainkan, dan sedangkan. Misalnya:
1) Dia bukan siswa jayabaya, melainkan mahasiswa gunadarma
2) Saya bersedia membantu, tetapi kau kerjakanlah dahulu tugas itu.

- Tanda koma harus digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimatnya. Biasanya, anak kalimat didahului kata penghubung bahwa, karena,sehingga, walaupun, apabila, jika, meskipun, dan sebagainya. Misalnya:
1) Apabila belajar sungguh-sungguh, Saudara akan berhasil dalam ujian.
2) Karena harus di tanda tangani oleh gubernur, surat itu di tulis di atas kertas berkepala surat resmi.

- Tanda koma harus digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk didalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, akan tetapi, namun, demikian, dalam hubungan itu, sementara itu, sehubungan dengan itu, dalam pada itu, oleh sebab itu, sebaliknya, selanjutnya. Misalnya:
1) Oleh karena itu, kita harus menghormati pendapatnya.
2) Jadi, hak asasi di Indonesia sudah benar-benar dilindungi.
3) Namun, kita harus tetap waspada.
4) Selanjutnya, kita akan membicarakan masalah lain.

- Tanda koma harus digunakan di belakang kata-kata seperti o, ya, wah ,aduh, kasihan, yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
1) Kasihan, dia harus mengikuti lagi ujian semester 1 tahun depan.
2) O, kalau begitu saya setuju.

- Tanda koma digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Misalnya:
1) “Saya sedih sekali,” kata paman, “ karena kamu tidak lulus. “
2) Kata petugas, “ kamu harus berhati-hati di jalan raya. “
Berdasarkan contoh-contoh di atas penggunaan titik dua ( : ) sebelum tanda petik dalam petikan langsung dianggap salah; tanda baca yang benar adalah koma ( , ).

- Tanda koma digunakan diantara (1) nama dan alamat, (2) bagia-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
1) Bandung, 10 april 1998
2) Jakarta, Indonesia

- Tanda koma digunakan untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:
1) Badudu, yus.1980. membina bahasa Indonesia Baku. Seri 1, Bandung: Pustaka Prima.
2) Tjiptadi, bambang.1984. tata Bahasa Indonesia Cetakan II. Jakarta: Yudistira.

- Tanda koma digunakan diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikuti untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga. Misalnya:
1) A. ansori, S.H.
2) Sobur, M.Sc.

- Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi. Misalnya:
1) Seorang warga, selaku rt 02, mengemukakan pendapatnya.
2) Di daerah kami, misalnya, masih banyak warga yang buta huruf.

-Tanda koma tidak boleh digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak kalimat tesebut mengiringi induk kalimat. Misalnya:
1) Menteri mengatakan bahwa pembangunan harus dilanjutkan
IK AK
2) Semuaorang akan berhasil dalam hidup jika bekerja keras
IK AK

 3. Tanda Titik Koma ( ; )
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung. Misalnya:
- Para pemikir mengatur strategi dan langkah yang harus di tempuh; para pelaksana mengerjakan tugas sebaik-baiknya; para donatur dana menyediakan biaya yang di perlukan.

4. Tanda Titik Dua ( : )
- Tanda titik dua di pakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:
- Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai tiga jurusan: Sekolah tinggi tekhnik, Sekolah Tinggi Ekonomi, Sekolah Tinggi Hukum.
- Tanda titik dua tidak di pakai kalau rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
- Perguruan Tinggi Nusantara mempunyai sekolah tinggi tekhnik, sekolah tinggi ekonomi, sekolah tinggi hukum.

5. Tanda Hubung ( - )
- Tanda hubung dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Bandingkan: tiga-puluh dua-pertiga ( 30 2/3 )
Tiga-puluh-dua- pertiga ( 32/3 )
- Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang di mulai dengan huruf capital, (b) ke dengan angka, (c) angka dengan –an, dan (d) singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata. Misalnya:
1) Pada tahun depan akan diadakan perlombaan paduan suara remaja se-Jawa Timur di Surabaya.
2) Ke- 315 orang itu berasal dari mesir.
3) Warga DKI yang sudah dewasa diwajibkan ber-KTP DKI.

6. Tanda Pisah ( _ )
Tanda pisah membatasi penyisihan kata atau kalimat yang memberi kalimat penjelasan khusus diluar bangun kalimat, menegaskan adanya aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas, dan di pakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ‘ sampai dengan ‘ atau di antara dua nama kota yang berarti ‘ ke ‘ atau ‘ sampai ‘, panjangnya dua ketukan. Misalnya:
1) Kemerdekaan bangsa itu – saya yakin akan tercapai – diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2) Pemerintahan Habibie tahun 1998 – desember 1999.

 7. Tanda Petik ( “ … “ )
Tanda petik di pakai untuk menggapai petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang di kenal. Misalnya:
Kata Hasan, “ saya ikut. “
Sajak “Aku “ karangan Chairil Anwar.
Ia memakai celana “ cutbrai.”

8. Tanda Petik Tunggal ( ‘ … ‘ )
Tanda petik tunggal menggapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing. Misalnya:
Lailatul Qadar ’malam bernilai’


GBK Memerah
REPUBLIKA.CO.ID,REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suasana Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) Sabtu (12/12) Malam mulai semarak. Berbeda dengan dua laga sebelumnya, menjelang laga Indonesia melawan Korea Selatan malam nanti, SUGBK mulai memerah.
Dari pantauan tim ROL, ribuan suporter Indonesia mulai memadati SUGBK. Antrian di loket utara mengular. Dimana loket ini menjual tiket kategori tiga dan empat. Suara terompet juga sangat semarak bersautan di SUGBK.Tak hanya pria, wanita serta anak-anak juga terlihat lalu lalang di SUGBK lengkap mengunakan kaos tim nasional (timnas) Indonesia. 
Seperti tertera di tiket resmi yang dikeluarkan panitia AFC U-19, kick off Indonesia melawan Korea Selatan baru jam 19.30 WIB. Meski begitu, suporter Indonesia mulai ramai berduyun-berduyun ke SUGBK.
Semoga ini menjadi indikasi membaiknya dukungan masyarakat Indonesia di SUGBK.Malam nanti Indonesia akan melakoni laga penentuan melawan Korea Selatan. Indonesia wajib menang bila ingin lolos ke partai final Piala AFC U-19 2014 di Myanmar
Saran penulisan
  • ·Mulai semarak dalam kalimat “Suasana Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK)   Sabtu (12/12) Malam mulai semarak”  , lebih tepat ditulis dengan Mulai Ramai
  • Menjelang laga dalam kalimatBerbeda dengan dua laga sebelumnya, menjelang laga Indonesia melawan Korea Selatan malam nanti, SUGBK mulai memerah”, lebih tepat dapat di artikan dengan Menjelang kompetisi atau Menjelang Pertandingan
  • Suporter dalam kalimat “Dari pantauan tim ROL, ribuan suporter Indonesia mulai memadati SUGBK”. lebih tepat dengan kata Pendukung karena suporter berasalah dari bahasa asing yang artinya pendukung
  • Mengular dalam kalimat “Antrian di loket utara mengular”  lebih tepat dengan kata memadati , ramai, panjang
  • Berduyun-berduyun dalam kalimat “Meski begitu, suporter Indonesia mulai ramai berduyun-berduyun ke SUGBK” , lebih tepat dengan beramai-ramai
  • Melakoni dalam kalimat “Malam nanti Indonesia akan melakoni laga penentuan melawan Korea Selatan” , lebih tepat dengan kata akan memulai pertandingan

PENUTUP

Pada dasarnya masyarakat kita telah memahami penggunaan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, akan tetapi dalam pelaksanaannya seringkali masyarakat dihadapkan pada situasi dan kondisi berbahasa yang tidak mendukung, maksudnya ialah masyarakat masih enggan untuk mengikuti kaidah tata bahasa Indnesia yang baik dan benar dalam komunikasinya sehari-hari, masyarakat sering terdikte oleh aturan-aturan tata bahasa yang salah, sehingga bermula dari kesalahan- kesalahan tersebut dapat menjadi kesalahan yang sangat fatal dalam mengikuti aturan-aturan ketata bahasaan yang akhirnya kesalahan tersebut menjadi sebuah kebiasaan dan parahnya lagi hal tersebut menjadi membudaya dan di benarkan penggunaan dalam keseharian, untuk itu sudah menjadi kewajiban kita bersama untuk selalu mengingatkan kepada masyarakan untuk dapat menggunakan kaidah tata bahasa Indonesia yang baik dan benar, karena bagaimanapun bahasa memiliki peran penting dalam proses pembangunan karakter masyarakat dalam bangsa ini.




DAFTAR PUSTAKA

Zainal Arifin, S. Amran Tasai, Cermat Berbahasa Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 2003
http://www.republika.co.id/berita/sepakbola/liga-indonesia/13/10/12/muk1a4-gbk-memerah



Rabu, 02 Oktober 2013

Ragam Bahasa



PENTINGNYA BERBAHASA YANG BAIK DAN BENAR DALAM DUNIA SISTEM INFORMASI
 (RAGAM BAHASA)

Ragam Bahasa

Pertama-tama sebelum saya membahas tentang ragam bahasa saya akan membahas tentang Bahasa Indonesia yang umum digunakan mempunyai dua corak, yaitu bahasa tutur dan bahasa bergaya.
Bahasa tutur atau bahasa percakapan adalah bahasa yang lazim dipakai dalam pergaulan sehari-hari, terutama dalam percakapan. Sifat-sifat khasnya, bersahaja, sederhana, dan singkat bentuknya.
Bahasa bergaya adalah bahasa yang digunakan dengan sengaja diperbesar daya gunanya. Segala sesuatunya disusun diatur, dan digunakan seefisien, supaya sanggup menyalurkan berita batin.
Jenis yang kedua (bahasa bergaya) bentuknya beragam:
1. Ragam umum,
2. Ragam khusus, terdiri dari :
a. Ragam ringkas yang meliputi ragam jurnalistik, ragam ilmiah, dan ragam jabatan
b. Ragam sastra

Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaiannya berbeda-beda, menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Macam – macam ragam bahasa :

.    Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Di dalam bahasa Indonesia dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakan kosa kata ragam baku di dalam pemakaian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :

a)      Ragam bahasa lisan

Ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuan. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa dapat dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, Ciri-ciri ragam lisan yaitu :

-          Memerlukan orang kedua/teman bicara.
-          Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu.
-          Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.
-          Berlangsung cepat.
-          Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu.
-          Kesalahan dapat langsung diperbaiki.
-          Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
-           
   Contoh yang termasuk dalam ragam lisan diantaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama mengobrol atau berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato atau ceramah.

b)     Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan atau huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kalimat dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata atau susunan kalimat, ketepatan pilihan bahasa, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan gagasan.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar. Dalam ragam bahasa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.

Ciri Ragam Bahasa Tulis :
-          Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
-          Tidak terikat ruang dan waktu.
-          Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.
-          Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.
-          Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap, dan
-          Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.
-          Berlangsung lambat.

2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a.              Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

b.              Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.               Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara atau sikap penulis terhadap pembawa sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat ke formalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1.        Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.
2.        Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.
3.        Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.        Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.



Ragam Bahasa menurut Pokok Pesoalan atau Bidang Pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah peristilahan/ungkapan khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.

Bahasa Baku

Bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya. Bahasa ini digunakan dalam situasi resmi, baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan.
Bahasa baku menjalankan empat fungsi, yaitu
(1) fungsi pemersatu.
(2) fungsi penanda kepribadian.
(3) fungsi penambah wibawa.
(4) fungsi sebagai kerangka acuan.
 
Ejaan

Bahasa jurnalistik harus memperhatikan ejaan yang benar. Kedengarannya mudah, tetapi dalam praktek banyak mengalami kesulitan. Wartawan semestinya memiliki Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia Disempurnakan untuk dikonsultasi sewaktu diperlukan.


KESALAHAN-KESALAHAN BAHASA
Kerancuan (Kontaminasi)
Kontaminasi ialah pencampuran dengan tidak sengaja. Pencampuran ini sudah tentu tidak dapat dibenarkan karena membuat kalimat menjadi kacau (rancu). Contoh:
1. “untuk sementara waktu” mestinya “untuk sementara” atau “untuk beberapa waktu” (sementara = sedang, untuk beberapa waktu);
2. “sementara orang” mestinya “beberapa orang”
3. “selain daripada itu” mestinya “selain itu” atau “lain daripada itu”;
4. “dan lain sebagainya” mestinya “dan lain-lain” atau “dan sebagainya”;
5. “berhubung karena” mestinya “berhubung dengan” atau “karena”;
6. “demi untuk” mestinya “demi” saja atau “untuk” saja;
7. “agar supaya” mestinya “agar” saja atau “supaya” saja;

Kata ‘di mana’, ‘hal mana’, ‘yang mana’
Baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulisan, banyak kita jumpai kalimat relatif yang dihubungkan dengan kata-kata:
di mana; yang mana; hal mana; di atas mana; dari mana; dengan siapa.
Dengan tidak disadari kita terpengaruh oleh struktur bahasa asing. Kalimat-kalimat tersebut ialah kalimat ganti penghubung. Dalam bahasa Belanda kalimat-kalimat tersebut ialah:
wat; welke; waarop; waarcan; met wie.

Contoh:
1. Kantor di mana dia bekerja, tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangar gawat, yang mana mengancam tahta Shah.
3. Daerah dari mana beras didatangkan terletak jauh di pedalaman.

Kalimat-kalimat di atas sebenarnya tidak mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia. Kalimat-kalimat itu sebaiknya berbunyi:
1. Kantor tempat dia bekerja tidak jauh dari rumahnya.
2. Keadaan di Mesir sangat gawat, dan mengancam tahta Shah.
3. Daerah yang menghasilkan beras terletak jauh dari pedalaman.

Bentuk Aktif dan Pasif Disatukan
Disiplinkan pikiran supaya tidak mencampuradukkan bentik pasif (di-) dengan bentuk aktif (me-) dalam satu kalimat.
Contoh:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia, dibuka oleh Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”
Teras berita ini mesti dipecah dalam dua kalimat:
“Karang Taruna GPB Senin kemarin memulai rapat kerjanya selama tiga hari di Hotel Bahagia. Rapat kerja itu dibuka Bupati Serungkuk Rahman Seago-ago.”


Kata Depan atau Awalan

Sering terjadi wartawan melakukan kesalahan dalam penulisan kalimat “di” dan “ke”. Kesulitan ini biasanya terletak pada kapan harus menulis kedua kalimat itu serangkai dan kapan mesti menulis terpisah dengan kalimat di belakangnya.
Untuk mengatasi kesulitan itu, kita harus dapat membedakan “di dan ke sebagai kalimat depan” dan “di- dan ke- sebagai awalan”. Jika ia berfungsi sebagai kata depan, maka penulisannya terpisah; tetapi jika berfungsi sebagai awalan, maka penulisannya serangkai dengan kata yang menyertainya.

Hiperkorek
Hiperkorek (bahasa Inggris: hypercorrect) berarti “melampaui batas tepat atau benar sehinga menjadi salah”.
Contoh:
1. “Dipakai tenaga akhli Amerika dengan memberikan gajih yang cukup tinggi.” Kalimat akhli harus ditulis ahli dan gajih menjadi gaji.
2. “Di lain fihak, perbedaan tingkat ekonomi yang menyolok itu, juga sering menimbulkan iri hati.” kalimat fihak harus ditulis pihak.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan, dkk. 1998. Tata Baku Bahasa Indonesia  Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.
Sabariyanto, Dirgo.1999. Kebakuan dan Ketidakbakuan Kalimat dalam Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
Badudu, J.S. 1986. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.